Buah leci dikenal karena rasa manis alaminya yang khas, tekstur daging buahnya yang lembut, serta aroma harum yang menggoda. Sekarang leci masih bisa dinikmati walaupun musimnya sudah lewat, yaitu leci kaleng. Meskipun keduanya berasal dari buah yang sama, leci segar dan leci dalam kaleng menyimpan perbedaan besar, terutama dari segi nutrisi, pengolahan, dan dampaknya terhadap kesehatan. Pertanyaan pun muncul: mana yang sebenarnya lebih sehat?
Baca juga:
- Selama Ini Kamu Salah! Sayur “Pelengkap” Ini Justru Paling Sehat
- Manfaat Daun Sirsak untuk Kanker dan Imun Tubuh!
- Jangan Asal Kasih Bunga! Warna-Warna Ini Punya Arti Tersembunyi
Leci segar, sebagaimana buah-buahan lain yang belum melalui proses pengawetan, hadir dalam bentuk paling alami. Daging buahnya yang kenyal dan sarat air mengandung berbagai zat gizi penting, seperti vitamin C, antioksidan, serta sejumlah kecil mineral seperti tembaga dan kalium. Kandungan vitamin C jauh dibanding yang sudah di kaleng. Vitamin ini sangat penting bagi daya tahan tubuh, kesehatan kulit, serta membantu penyerapan zat besi dari makanan lain.
Selain vitamin C, leci segar juga mengandung polifenol dan senyawa antioksidan lain yang membantu melawan radikal bebas dalam tubuh. Senyawa ini mendukung perlindungan sel dari kerusakan oksidatif, yang sering dikaitkan dengan proses penuaan dini dan berbagai penyakit kronis. Karena tidak melalui proses pemanasan atau penambahan zat lain, leci segar mempertahankan bentuk gizi alaminya dengan baik. Namun, karena sifatnya yang mudah rusak dan hanya tersedia pada musim tertentu, banyak orang kesulitan untuk mengonsumsinya secara rutin.
Di sisi lain, leci kalengan menjadi alternatif praktis yang banyak dijual di toko dan minimarket. Buahnya sudah dikupas, direndam dalam sirup, dan dikemas dalam kaleng kedap udara untuk memperpanjang masa simpan. Dari segi rasa, leci kalengan kerap terasa lebih manis—kadang justru terlalu manis. Ini disebabkan oleh tambahan gula dalam sirup rendaman, yang bisa membuat kandungan kalorinya melonjak tajam. Di sinilah muncul perbedaan mendasar dengan leci segar. Meski tampak sama, leci dalam kaleng sudah melewati proses pengolahan yang mengubah komposisi nutrisinya.
Gula tambahan dalam leci kalengan bisa menjadi masalah, terutama bagi penderita diabetes atau mereka yang sedang mengatur asupan kalori. Dalam satu porsi kecil, leci kalengan bisa mengandung gula hampir setara dengan sebotol minuman manis. Di sisi lain, proses pemanasan saat pengalengan juga dapat mengurangi kadar vitamin C dan antioksidan, sehingga nilai gizinya tidak sebaik leci segar. Bahkan, jika leci kalengan disimpan terlalu lama atau dalam kondisi yang tidak ideal, kualitas buah bisa menurun lebih cepat.
Namun bukan berarti leci kalengan tidak memiliki tempat. Dalam situasi tertentu, seperti ketika leci segar tidak tersedia atau untuk kebutuhan kuliner yang membutuhkan buah siap pakai, leci kalengan menjadi pilihan yang efisien. Kuncinya adalah memilih produk dengan komposisi yang lebih sehat, misalnya yang menggunakan air, bukan sirup, atau tanpa tambahan pengawet dan pewarna buatan.
Jika berbicara soal mana yang lebih sehat, leci segar tentu lebih unggul karena bebas dari tambahan gula, pewarna, dan proses pengolahan. Namun pada akhirnya, semua kembali pada konteks penggunaannya. Mengonsumsi leci kalengan sesekali, dalam jumlah yang wajar, tentu tidak menjadi masalah besar. Yang perlu diperhatikan adalah keseimbangan dan kesadaran akan kandungan yang ada di dalamnya.
Dalam dunia yang serba praktis, memilih antara buah segar dan buah olahan kadang bukan soal gizi semata, tapi juga soal kenyamanan. Namun bila ada kesempatan, memilih buah dalam bentuk alaminya selalu menjadi pilihan yang lebih baik. Karena pada dasarnya, semakin dekat suatu makanan dengan bentuk aslinya dari alam, semakin kecil kemungkinan ia membawa dampak negatif bagi tubuh kita.
Posting Komentar