Mendalami Tentang Bunga Edelweiees Dan Mengungkap Sejarahnya

 

Anaphalis javanica, yang dikenal sebagai Edelweiss jawa (Javanese edelweiss) atau Bunga Senduro, adalah tumbuhan endemik zona alpina/montana di berbagai pegunungan tinggi di Indonesia yang saat ini dikategorikan sebagai tumbuhan langka. Tumbuhan ini dapat mencapai ketinggian 8 meter dan dapat memiliki batang sebesar kaki manusia, walaupun pada umumnya tidak melebihi 1 meter.

Edelweiss berkembang biak dengan cara generatif. Dengan serbuk-serbuk bunga yang ringan, maka mudah terbawa oleh angin.

Baca juga:

Bunga Edelweis sering juga disebut sebagai Bunga Keabadian karena mampu tumbuh di tempat yang tandus dan bunganya tidak rontok karena pengaruh hormon tertentu. Adapun ciri-ciri dari Bunga Edelweis adalah sebagai berikut:

    • Edelweiss termasuk tumbuhan epifit sehingga batangnya tak membesar.
    • Batang tanaman pada Edelweiss sekaligus menjadi tangkai bunga.
    • Batang pada Edelweiss ini tertutupi kulit yang cenderung kasar dan bercelah.
    • Daun pada Edelweiss berbentuk linear dan lancip. Panjang daun ini berkisar 4 hingga 6 cm, dengan lebar berkisar 0,5 cm.
    • Daun pada Edelweiss mempunyai bulu bulu halus berwarna putih yang mirip dengan wol.
    • Pada masing-masing tangkai bunga, terdapat 5 hingga 6 kepala bunga Edelweiss berukuran sekitar 5 mm yang dikelilingi daun daun muda.
    • Kelopak bunga Edelweiss berwarna putih dengan tekstur yang lembut. Adapun bagian kepala bunga dari Edelweiss berwarna kuning.
    • Merupakan tumbuhan endemik yang hanya tumbuh di ketinggian 2000 hingga 3000 mdpl.

    Edelweiss merupakan tumbuhan pelopor bagi tanah vulkanik muda di hutan pegunungan, serta mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya di atas tanah yang tandus. Hal tersebut dikarenakan Edelweiss mampu membentuk mikoriza dengan jamur tanah tertentu, yang secara efektif memperluas jangkauan akar-akarnya dan meningkatkan efisiensi dalam mencari zat hara. Bunga-bunganya, yang biasanya muncul di antara bulan April dan Agustus, menarik lebih dari 300 jenis serangga, seperti kutu, tirip, kupu-kupu, lalat, tabuhan, dan lebah. Jika dibiarkan tumbuh cukup kokoh, Edelweiss bisa menjadi tempat bersarang burung tiung batu licik Myophonus glaucinus.

    Bagian-bagian Edelweiss sering dipetik dan dibawa turun dari gunung untuk alasan-alasan estetis dan spiritual, atau sekadar kenang-kenangan oleh para pendaki. Pada bulan Februari hingga Oktober 1988, terdapat 636 batang yang tercatat telah diambil dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, yang merupakan salah satu tempat perlindungan terakhir tumbuhan ini. Di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, tumbuhan ini telah dinyatakan punah.

    Tempat terbaik untuk melihat Edelweiss berada di Tegal Alun (Gunung Papandayan), Alun-Alun Surya Kencana (Gunung Gede), Alun-Alun Mandalawangi (Gunung Pangrango), dan Plawangan Sembalun (Gunung Rinjani).

    Sejarah Edelweiss Jawa dan Asal Namanya

    Edelweiss Jawa pertama kali ditemukan di lereng Gunung Gede, Jawa Barat, oleh ilmuwan Jerman bernama Caspar Georg Carl Reindwardt. Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Carl Heinrich Schultz pada tahun 1819.Secara harfiah, kata Edelweiss berasal dari Bahasa Jerman yang merupakan gabungan kata 'edel' berarti mulia dan 'weiss' berarti putih

    Mengapa Disebut Bunga Abadi?

    Bunga Edelweiss dikenal dengan nama lain yaitu Bunga Abadi. Bukan tanpa alasan, Edelweiss disebut sebagai bunga abadi karena hidupnya yang sangat lama.Keabadian tersebut diperoleh Edelweiss berkat hormon etilen yang dimilikinya. Hormon ini dapat mencegah kerontokan kelopak bunga Edelweiss.Bahkan, karena hormon etilen tersebut, bunga ini dapat mekar dan tetap hidup selama kurang lebih 10 tahun, bahkan dalam beberapa kasus bisa lebih dari itu.

    Posting Komentar

    Post a Comment (0)

    Lebih baru Lebih lama