Tisu Harian Kita Berasal dari Kayu, Tapi Berapa Pohon yang Ditebang?

tisu

Setiap kita mengambil selembar tisu untuk menyeka tangan, menghapus air mata, atau membersihkan meja, sering kali kita tak berpikir panjang. Ia ringan, putih bersih, lembut, dan tampak tak berdosa. Tapi siapa sangka, di balik kenyamanannya itu, tersimpan kisah panjang yang berawal dari sesuatu yang besar sebatang pohon yang tumbuh selama puluhan tahun.

Baca juga:

Tisu, benda kecil yang sering kita anggap sepele, sebenarnya lahir dari serat kayu. Pohon-pohon ini akan dikuliti dan dijadikan bubur kertas. Proses ini bukan hanya memerlukan mesin besar dan air dalam jumlah luar biasa, tetapi juga mengorbankan ribuan bahkan jutaan batang pohon setiap tahunnya.

Menurut laporan global dari beberapa lembaga lingkungan, diperkirakan sekitar 270.000 pohon ditebang setiap hari hanya untuk memenuhi kebutuhan industri kertas dan tisu. Dari angka ini, sebagian besar diperuntukkan bagi tisu sekali pakai yang hanya digunakan dalam hitungan detik, lalu dibuang begitu saja. Bayangkan, satu pohon yang membutuhkan waktu puluhan tahun untuk tumbuh, bisa berubah menjadi lembaran tisu yang habis dalam lima menit.

Angka tersebut bukan sekadar statistik. Dibalik semua ini ada banyak efek negatif yang  terjadi, seperti hewan kehilangan rumah dan habitat mereka serta jumlah pohon yang tidak sepadan dengan kondisi bumi sekarang. Deforestasi penebangan pohon secara besar-besaran untuk industri seperti ini adalah salah satu penyebab utama hilangnya keanekaragaman hayati dan meningkatnya emisi karbon di atmosfer. Pohon yang ditebang bukan hanya kehilangan fungsi utamanya sebagai penghasil oksigen, tapi juga sebagai penyerap karbon dan penjaga keseimbangan iklim.

Di dunia tisu sebagai alat pembersih padahal Limbah dari industri tisu mengandung bahan kimia, pemutih, dan air limbah yang dapat mencemari sungai dan tanah. Dan semua itu terjadi demi produk yang tidak bisa dipakai ulang, tidak bisa didaur ulang, dan sering kali dibuang tanpa pikir panjang.

Mungkin kita berpikir bahwa selembar tisu tidak berarti apa-apa. Tapi bayangkan jika satu orang menggunakan satu gulung tisu per minggu, dikalikan dengan miliaran manusia di dunia. Dalam sekejap, angka kecil itu menjelma menjadi krisis yang sulit dibendung. Hutan tropis pun jadi sasaran, karena kayunya yang berkualitas tinggi lebih mudah diolah menjadi serat halus.

Namun bukan berarti kita harus hidup tanpa tisu. Solusinya bukan pada penghapusan, tapi pada kesadaran dan pilihan. Mengurangi pemakaian berlebihan, memilih produk daur ulang, menggunakan sapu tangan, atau tisu berbahan ramah lingkungan bisa menjadi langkah kecil dengan dampak besar. Kita juga bisa mendukung produsen yang menerapkan prinsip berkelanjutan dalam proses produksinya yang menanam kembali pohon, dan menggunakan pulp dari limbah pertanian atau kertas bekas.

Setiap lembar tisu adalah jejak dari pohon yang pernah hidup, berdiri tegak di tengah hutan, menyerap cahaya matahari dan memberi naungan pada makhluk kecil di bawahnya. Kini, kita adalah penentu arah: apakah akan terus menebang tanpa kendali, atau mulai menghargai apa yang tersisa? Karena sesungguhnya, yang kita butuh kan bukan lebih banyak tisu, tetapi lebih banyak kesadaran.

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama